Tuesday, 31 May 2016

Peran NGO Dalam Demokratisasi DiIndonesia

PERAN NGO DALAM DEMOKRATISASI DI INDONESIA


          Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau dalam bahasa asing Non Government Organisation (NGO) adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatanya. Secara umum peran NGO penting untuk membangun suatu masyarakat dan bangsa ini disebabkan karena banyak pembiayaan dari perorangan, institusi, dan pemerintah untuk masyaraat disalurkan melalui NGO. NGO ini dibuat karena ketidak mampuan pemerintah untuk mengisi secara penuh.
          Peran LSM atau NGO ini antara lain ialah membantu dalam mengembangkan infrastruktur dan pembangunanya seperti menyediakan perumahan, pembangunan hotel dan lainnya. Lalu, Mendukung inovasi, ujicoba, dan proyek percontohan dengan cepat dan tepat karena NGO tidak memerlukan birokrasi yang rumit apabila akan melaksanakan sebuah proyek besar. Dengan adanya NGO dapat dipahami bhwa kemampuan melakukan inovasi dan adaptasi lebih fleksibel dalam mengadptasi situasi setempat dan merespon terhadap kebutuhan setempat sehingga dalam biaya relativ lebih efektif.
          Selain itu semua peran LSM dalam kehidupan berdemokrasi dan bepolitik diIndonesia mempunyai peran yang cukup penting karena lembaga ini memiliki kedekatan dengan masyarakat. Peran NGO atau LSm yang pertama ialah memberikan informasi satu arah misalnya melewati media masa, poster, pembgian dokumen melalui media masa. Dengan adanya pemberian informasi ini yaitu dari LSM kepada publik informasi mengenai kebijakn-kebijakan pemerintah dan persoalan pemerintah akan diketahui oleh publik yang sangat berpengaruh kepada sistem politik yang sedang berlangsung disuatu negara.[1]
          Masyarakat mendapatkan sebuah media informasi sebagai penyalur aspirasi yang dapat diperjuangkan melalui dukungan LSM dan pihak pihak terkait adanya LSM atau NGO juga dapat digunankan sebagai media aspirasi masyrakat dalam menyuarakan pendapatnya dalam kaitanya sebagai wadah aspirasi NGO atau LSM memiliki fungsi yang tidak kalah sama dengan Partai Politik. Ketidakmampuan partai politik untuk menampung seluruh aspirasi masyarakat Indonesia disebabkan oleh birokrasi parpol yang cukup rumit , oleh karena itu NGO atau LSM menjadi sarana penting penyalur aspirasi masyarakat demi menjaga Demokrasi Pancasila. Peran NGO selanjutnya dalam demokratisasi Indonesia adalah untuk memonitor pelaksanaansistem kenegaraan dan tata cara penyelenggaraan negara. Bahkan NGO atau LSM menjadi penggerak dalam melaksanakan protes ( demo). Hal ini dilakukan apabila terjadi penyalahgunaan kewenangan penguasa terutama pejabat negara.
          Selanjutnya ketika melihat pemaparan diatas bahwa NGO atau LSm merupak suatu lembaga non-pemerinahan yang cukup penting perlu diperhatikan juga bahwa NGO akan menghasilkan dan membuat masyarakat sipil yang kuat dan demokratisasi, jika masyarakat sipil lemah, dan krisis serta hidup dibawah ekonomi terpuruk yang penuh dengan tindakan korupsi dari elite politik maka masyarakat sipil tidak akan menjadi masyarakat yang berdemokrasi penuh.
          Perkembangan NGO ini tidak hanya mencakup kawasan lokal saja namun hingga taraf internasional yang memiliki fungsi untuk menyeimbangkan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh negara. Tumbuhnya badan INGO (Interanational Non-Governmental Organization  dapat memberikan pengaruh kepada keputusan pemerintah untuk membangun kebijakan domestik serta melindungi SDA dan untuk melindungi antara perjanjian antara kedua negara melalui perjanjian internasional.
          Tujuan dari NGO ini secara umum ialah meningkatkan masayarakat akan kesadaran berorganisasi dan bahkan berpolitik terutama mengenai kebijakan pemerintah  terhadap isu-isu disekitar. NGO ini  mampu mempengaruhi kebijakan domestik maupun luar negri, keberadaan NGO akan semakin dibutuhkan dalam lingkup nasional maupun internasional karena adanya pengaruh globalisasi dan kemajuan teknologi seingga perkembangan NGO dan LSM berkembang pesat terutama dalam proses demoktatisasi .
         



[1] Lisa Jordan dan Peter van Tuijl, Akuntabilitas LSM Politik, Prinsip, dan Inovasi, Jakarta: Pustaka LP3S Indonesia 2009, halaman 226.
Kehidupan Masyarakat Suku Sunda
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk masyarakat yang memiliki kebudayaan yang beranekara[1]gam, mulai dari sabang hingga merauke dan keanekaragaman ini tentu memiliki kebudayaan yang berbeda yang merupakan hasil dari cipta, rasa, karsa manusia yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang pluralisme maka akan terlihat pula berbagai suku bangsa, setiap suku bangsa memiliki ciri khas kebudayaan yang berbeda pula berdasarkan letak geografis atau keadaan sosiologi dari masyarakat tersebut. Suku Sunda merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia dan lebih tepatnya dipulau Jawa.
Suku sunda memiliki keunikan tersendiri yang membedakan dengan suku bangsa lainnya yang tercermin dari bahasa, tingkah laku, tradisi dan hal sebagainya. Suku sunda merupakan kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa, Indonesia. Pada umumnya suku sunda ber-mata pencaharian sebagai seorang petani atau becocok tanam, dan pada umumnya pula masyarakat suku sunda tidak suka untuk merantau atau hidup berpisah dengan orang-orang sekerabatnya, karena pusat kota terdapat di Jawa Barat sehingga sarana prasarana seperti pendidikan, hiburan, pantai, mall, pegunungan, persawahan, perkantoran, tempat keagamaan dan semua hal yang dibutuhkan ada di Jawa Barat atau sekitarnya bahkan apabila ingin ke ibukota Jakarta cukup beberapa kilometer saja untuk ditempuh. Sehingga banyak orang Jawa Barat yang enggan pergi keluar Jawa Barat, karena semua peluang terdapat disini.
Menurut Ahmad Heryawan pada suku sunda yang merupakan etnis kedua terbesar di Indonesia, sekurang-kurangnya 15,2 % penduduk indonesia merupakan orang sunda dan mayoritas orang sunda beragama Islam namun sebagian kecil pula ada yang beragama Kristen, Hindu, dan Sunda wiwitan/ Jati sunda. Agama sunda wiwitan masih bertahan dibeberapa komunitas pedesaan di suku sunda, seperti di Kuningan dan masyarakat suku Baduy yang terletak di Lebak Banten yang dapat dikatakan berkerabat dekat dengan suku Sunda. 
Bahasa Sunda
Bahasa Sunda merupakan bahasa yang banyak digunakan sebagian besar penduduk Jawa Barat, Bahasa Sunda mengenal 3 tingakatan dalam tata cara berbahasa yang pertama yaitu Bahasa sunda lemes atau halus yang dipergunakan untuk berbicara dengan orang yang lebih tua atau orang yang dihormati contohnya kepada orangtua, kakak, atau kepada orang lain yang umurnya lebih tua. Yang kedua yaitu Bahasa Sunda dipergunakan kepada yang seumuran baik usia maupun statusnya. Dan yang terakhir yaitu Bahasa Sunda kasar yang digunakan untuk binatang.
Orang Sunda cenderung dalam berbahasa Sunda sering menggunakan logat yang mudah dikenali yang bisa dikenal dengan logat yang halus dan berbeda. Hal ini dikarenakan orang sunda suka menggunakan kata kata yang khas seperti “ mah, teh, nya, da, atuh, sok,weh, ceunah”. Sebagai contoh “ da kumaha atuhnya wa abdi mah teu tiasa lamun bade kapendak sareng si geulis teh sok degdegan wae nya “ dan itulah salah satu contoh dari kata kata yang mungkin sering digunakan dalam masyarakat sunda. Selain itu orang sunda dalam melafalkan kata-kata mayoritas tidak dapat membedakan pengucapan F dan V dan merubahnya dengan huruf P. Kebiasaan orang sunda ini selalu menukarkan huruf  tersebut sebagai contoh TV menjadi tipi dan fitnah jadi pitnah. Dan yang terakhir bahwa dalam berbahasa orang sunda selalu memiliki keramah tamahan ketika menyapa dan mengucapkan salam kepada orang lain dengan ciri khas logatnya.
Stratifikasi Dalam Masyarakat Sunda
Masyarakat Jawa Barat, khusunya masyarakat sunda memiliki ikatan kekeluargaan yang sangat erat. Penilaian mengenai seorang keluarga tergantung bagaimana masyarakat menilai keluarga tersebut. Sehingga pada saat seseorang akan melaksanakan perkawinan hal-hal yang perlu dipertimbangkan salah satunya dari keputusan kaum keluarganya atau tokoh adat setempat. Dalam masyarakat desa kehidupan bermasyarakat cenderung lebih diatur oleh pamong desa atau Lurah yang menjadi kepala di desa tersebut yang memiliki kewenangan untuk mngelola sistem pemerintahan dan perkara-perkara keagamaan serta adat istiadat yang biasa dilaksanakan. Di desa selain pamong desa yang dapat memberikan keputusan-keputusan bagi kepentingan kehidupan dan perkembangan desa yang bersangkutan tokoh agama sekalipun dapat memberikan keputusannya.
Hal hal yang membedakan anatar kelompok elite atau kelompok biasa dalam status yaitu berdasarkan kedudukan, pendidikan, dan ekonomi. W.M.F. Hofsteede, dalam disertasinya Decision-ma[2]king Process in Four West Java Villages (1971) juga menyimpulkan bahwa ada stratifikasi masyarakat ke dalam kelompok elite dan massa. Elite setempat terdiri dari lurah, pegawai-pegawai daerah dan pusat, guru, tokoh-tokoh politik, agama dan petani-petani kaya. Selanjutnya, petani menengah, buruh tani, serta pedagang kecil termasuk pada kelompok massa. Informal leaders, yaitu mereka yang tidak mempunyai jabatan resmi di desanya sangat berpengaruh di desa tersebut, dan diakui sebagai pemimpin kelompok khusus atau seluruh desa.

Hubungan seseorang dengan orang lain dalam lingkungan masyarakat sunda sangat penting karena berhubungan dengan keluarga lain akan menentukan kedudukan seseorang dalam struktur kekerabatan keluarga besarnya dan akan memberikan berbagai manfaat kepad keluarga besarnya yaitu dapat lebih dihormati, harga menghargai, kerjasama,dan saling menolong. jadi hal ini bukan hanya tercermin dari adanya istilah atau sebutan bagi setiap tingkat hubungan itu yang langsung dan vertikal (bao, buyut, aki, bapa, anak, incu) maupun yang tidak langsung dan horisontal (dulur, dulur misan, besan), melainkan juga berdampak kepada masalah ketertiban dan kerukunan sosial.

Kebudayaan Suku Sunda

Setelah kita mengetahui mengenai sejarah sunda, bahasa sunda, dan stratifikasi masyarakat sunda, maka budaya sunda juga perlu dipahami. Suku Sunda memiliki filosofi yang patut kita teladani dan kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari yaitu silih asah silih asih, sareng silih asuh. Ketiga filosofi tersebut menggandung arti yaitu menumbuhkan sifat dan sikap untuk saling mengasuh, saling mengasihi, dan saling berbagi pengetahuan dan pengalaman antar sesama masyarakat.
[3]Masyarakat di Jawa Barat khususnya suku sunda memiliki sedikit perbedaan dengan masyarakat lain dinusantara, masyarakat jawa barat yang berbahasa sunda sangat dipengaruhi budaya yang berakar pada nilai-nilai yang berasal dari tradisi masyarakat setempat dan dalam interaksi sosial, masyarakat di Jawa Barat menganut falsafah seperti yang telah disebutkan tadi. Rasa persaudaraan menciptakan keakraban masyarakat sunda dengan lingkungan sehingga tampak dari bagaimana masyarakat jawa barat khususnya suku sunda mereka memelihara kelestarian lingkungan dengan cara penuh kerja sama dengan warga setempat. Sehingga di provinsi Jawa Barat ini banyak muncul masyarakat yang atas inisiatifnya sendiri dapat memelihara lingkungan mereka.
Selain memiliki filosofi masyarakat sunda memiliki upacara adat dalam perkawinan agar sikap untuk saling mengasuh dan mengasihi dapat terimplementasi maka dalam upacara adat perkawinan suku sunda yaitu terdapat acra membelah mayang jambe dan buah pinang yang dilaksanakan oleh calon pengantin pria yang memiliki makna agar keduanya saling mengasihi dan dapat menyesuaikan diri dalam rumah tangga.
Sistem Kekerabatan
Sistem kekerabatan orang Sunda memiliki kedudukan yang sama antara pihak Bapak atau pihak Ibu yang masing-masing memiliki hal yang sama dalam garis keturunan, Sistem kekerabatan orang Sunda memiliki sifat yaitu parental atau bilateral. sistem parental adalah sistem kekeluargaan dengan menarik garis keturunan dari kedua belah pihak orang tua. Yaitu baik dari garis ayah atau garis ibu. Kedudukan dalam hal berumah-tangga khususnya keturunan memiliki status yang sama atau sama derajatnya. Apabila ada pembagian waris maka dilaksanakan melalui kesepakatan antara kedua belah pihak. Perkawinan orang Sunda dalam tradisi yang mereka laksanakan bukan hanya pertemuan antara kedua mempelai saja namun terdapat pertemuan antar kedua keluarga yaitu keluarga dari pihak suami dan keluarga dari pihak istri yang masing masing merupakan keluarga besar, dan dengan pernikahan ini menghubungkan pertalian darah yang disebut sekocoran.
Sistem kekeluargaan suku sunda sangat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu adat yang diteruskan secara turun-temurun dan pengaruh d[4]ari agama islam yang berkembang sebagian besar dimasyarakat sunda. Sehingga cukup sulit memisahkan antara adat dan agama, sehingga dalam kesehariannya terjadi akulturasi sebagai contoh bahwa di agama islam dilarang perkawinan sedarah. Dalam memilih menantu suku sunda memiliki filosofi yaitu “ lampu nyiarjodo kakupuna” yang memiliki arti bahwa dalam mencari jodoh segala sesuatunya harus sesuai yaitu wajahnya, kekayaanya, dan garis keturunan. Bahkan sebelum melaksanakan pernikahan, kedua orang tua melaksanakan pembicaraan ( calon besanan ) yang disebut neundeun omong.
Seperti yang telah dibahas diatas bahwa suku sunda sangat dipengaruhi oleh adat istiadat kenapa demikian karena dalam suku sunda dikenal dengan istilah “ngamumule” yang memiliki arti yaitu melestraikan, maka dari itu dalam suku sunda segala sesuatu kebudayaannya baik dalam sistem kekerabatan atau kesenian kebudayaan setiap masyarakat turut menjaga kelestarian kebudayaannya. Melestarikan kebudayaan dengan mengajak kaula muda untuk ikut serta dalam setiap kegiatan yang menyangkut budaya seperti halnya upacara adat permainan kesenian dan lain hal sebagainya. Maka dari itu cara ini yang memang mempengaruhi dan bahkan menjadi faktor utama terbentuknya sistem kekerabatan yang erat antar orang sunda.

Daftar Pustaka
·        Antara, 2015, Gubernur Jabar: Sunda Etnis Kedua Terbesar di Indonesia, http://www.beritasatu.com/nasional/249201-gubernur-jabar-sunda-etnis-kedua-terbesar-di-indonesia.html
·        Dixon L. Roger, Sejarah Suku Sunda, http://www.seabs.ac.id/journal/oktober2000/Sejarah%20Suku%20Sunda.pdf
·         Fathoni Ahmad, Kebudayaan Suku Bangsa sunda, http://www.zonasiswa.com/2015/10/kebudayaan-suku-bangsa-sunda.html






[1] Antara, “ Gubernur Jabar: Sunda Etnis Kedua Terbesar di Indonesia”,beritasatu.com, http://www.beritasatu.com/nasional/249201-gubernur-jabar-sunda-etnis-kedua-terbesar-di-indonesia.html , diakses pada tanggal 02 mei 2016 pukul 14.30

[2] Adhida, “Masyarakat Sunda Dalam Berprilaku Didalam Kehidupan Sosial”, kompasiana, http://www.kompasiana.com/adhida/masyarakat-sunda-dalam-berprilaku-didalam-kehidupan-sosial_54f82e4fa33311d4178b5168 , diakses pada tanggal 02 mei 2016 pukul 14.56

[3] Dixon L. Roger, “ sejarah suku sunda” ,seabs, http://www.seabs.ac.id/journal/oktober2000/Sejarah%20Suku%20Sunda.pdf, diakses pada tanggal 02 mei 2016 pukul 15.48
4Fathoni Ahmad, “Kebudayaan suku bangsa sunda”, zona siswa, http://www.zonasiswa.com/2015/10/kebudayaan-suku-bangsa-sunda.html , diakses pada tanggal 3 mei 2016 pukul 08.00